Syeikh Abu Nashr As-Sarraj
SYEKH Abu Nashr as-Sarraj —rahimahullah— berkata: Dalil-dalil yang menguatkan bahwa hal itu boleh terjadi pada para wali
adalah Kitab Allah (al-Qur’an) dan Hadis Rasulullah Saw. Allah Swt berfirman dalam kisah Maryam:
“Dan goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu.” (Q.s. Maryam: 25).
Sedangkan Maryam bukanlah seorang nabi. Dari Hadis Rasulullah Saw. dalam kisah seorang Rahib Juraij dan anak kecil yang bisa berbicara dalam kesaksian Juraij. Sementara Juraij bukanlah seorang nabi.
Nabi Saw. juga pernah mengisahkan tentang tiga orang yang berjalan, dan karena tiba malam hari mereka terpaksa menginap di dalam gua, yang kemudian mulut gua tertutup oleh batu besar. Tapi akhirnya mereka bisa keluar berkat doa masing-masing yang bertasawul dengan amal salehnya.
Dan sebagaimana juga diriwayatkan dari Nabi Saw. yang mengisahkan: Di antara kita ada seseorang berjalan dengan seekor sapi, lalu ia menaikinya. Ketika ia sedang menaikinya maka sapi itu berkata kepadanya, “Wahai hamba Allah, kami tidak diciptakan untuk ditunggangi seperti ini, akan tetapi kami diciptakan hanya untuk membajak sawah.” Maka orang-orang heran dan berkata, “Mahasuci Allah! Seekor sapi bisa berbicara.” Maka Rasulullah bersabda, “Saya, Abu Bakar dan Umar pun mempercayainya, sekalipun mereka (Abu Bakar dan Umar) tidak termasuk kaum yang ikut menyaksikan kejadian ini.” (H.r. Bukhari).
Disana tidak disebutkan bahwa orang yang menunggang sapi tersebut seorang nabi.
Demikian halnya dengan kisah seekor serigala yang bisa berbicara dengan seorang penggembala. Sementara itu Rasulullah, Abu Bakar dan Umar juga mempercayainya. (H.r. Bukhari).
Tapi penggembala tersebut juga bukan seorang nabi.
Diriwayatkan pula dari Rasulullah Saw, yang pernah bersabda, “Sesungguhnya dalam umatku ada orang yang dibisiki dan diajak bicara (oleh Allah), dan Umar termasuk di antara mereka.”
Tentu saja orang yang dibisiki dan diajak bicara oleh Allah adalah merupakan karamah (kehormatan) yang paling sempurna yang diberikan Allah Azza wa Jalla kepada para wali Badal dan orang-orang saleh.
Disebutkan pula, bahwa Umar bin Khaththab di tengah-tengah khotbahnya (di Madinah) pernah berkata, “Wahai Sariyah, gunung, gunung!” Saat itu ia bersama pasukan perang sedang berada di ambang pintu Nahawand. Kemudian suara Umar bisa didengar dari kejauhan sana.
Dalam beberapa Hadis diceritakan bahwa, Ali dan Fathimah banyak memiliki karamah dan doa-doanya sering terkabulkan.
Juga diriwayatkan dari sebagian sahabat Rasulullah Saw. tentang hal-hal yang serupa dengan karamah tersebut. Seperti Hadis yang mengisahkan Usaid bin Hudhair dan ‘Itab bin Basyir, bahwa pada suatu malam yang cukup gelap, mereka keluar dari rumah Rasulullah Saw Kemudian ujung tongkat salah seorang di antara mereka mengeluarkan sinar yang bisa meneranginya bagaikan lampu.
Dalam riwayat dikisahkan, bahwa di depan Abu Darda’ dan Salman al-Farisi terdapat sebuah mangkok yang bisa bertasbih, sehingga mereka bisa mendengar tasbihnya.
Dan juga kisah al-Ala’ bin al-Hadhrami saat diutus oleh Rasulullah dalam sebuah peperangan. Di suatu tempat mereka terhadang oleh laut kecil. Lalu ia berdoa kepada Allah atas NamaNya Yang Mahaagung, lalu mereka bisa berjaIan di atas air — sebagaimana yang disebutkan dalam Hadis. Demikan pula doanya saat dihadang oleh binatang buas.
Demikian pula Hadis Abdullah bin Umar r.a., saat ia bertemu dengan serombongan orang yang berhenti di tengah jalan karena takut binatang buas. Lalu Abdullah bin Umar mengusir binatang-binatang buas tersebut dari jalan mereka. Kemudian berkata, “Anak cucu Adam hanya akan bisa dikuasai oleh sesuatu yang ditakuti. Andaikata anak cucu Adam tidak takut apa pun selain Allah, maka tidak akan menguasakan apa pun yang mereka takuti selain Allah.”
Kisah-kisah seperti di atas cukup banyak disebutkan dalam Hadis.
Sedangkan Hadis shahih yang diriwayatkan dan Rasulullah Saw adalah sabda beliau, “Sedikit sekali orang dengan rambut kusut dan tak rapi, penuh debu dan hanya memiliki dua pakaian lusuh (compang-camping), jika bersumpah atas Nama Allah, maka Allah akan menyambutnya dengan baik, dan al-Barra’ bin Malik adalah termasuk salah seorang dari mereka’.” (H.r. Muslim dan Tirmidzi dari Anas bin Malik r.a.).
Sementara itu tidak ada karamah yang lebih sempurna daripada seorang hamba yang bersumpah atas Nama Allah, kemudian Allah menyambut baik sumpahnya (dikabulkan). Allah Swt. berfirman, “Berdoalah kalian kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan untukmu.” (Q.s. Ghafir: 60). Dan Allah tidak mengatakan yang lain.
Juga diriwayatkan dari sebagian tabi’in dengan sanad-sanad yang shahih, dimana mereka memiliki karamah dan doanya sering terkabulkan. Bila sebagian saja disebutkan di sini pembahasannya sudah cukup panjang. Lalu bagaimanajika kami sebutkan keseluruhan? Para ulama telah banyak menulis buku yang menyebutkan hal ini.
Banyak Hadis yang menceritakan tentang karamah yang terjadi pada sebagian kaum saleh. Misalnya Amir bin Abdul Qais, Hasan bin Abi al-Hasan al-Bashri, Muslim bin Yasar, Tsabit al-Banani, Shaleh al-Marri, Bakr bin Abdullah al-Muzani, Uwais al-Qarni, Haram bin Hayyan, Abu Muslim al-Khulani, Shalah bin Usyaim. Rabi’ bin Khutsaim, Dawud ath-Tha’i, Mutharraf bin Abdullah bin asy-Syukhair, Said bin al-Musayyab, ‘Atha’ as-Sulami dan lain-lain dari generasi tabi’in.
Telah diriwayatkan dan mereka dan juga dari yang lain tentang karamah-karamah yang cukup banyak dan terkabulkannya doa mereka, dimana tidak seorang pun yang bisa membantah keshahihan riwayatnya. Demikian juga yang terjadi pada generasi setelah mereka. Seperti Malik bin Dinar, Farqad as-Sakhi, ‘Utbah alGhulam, Habib al-Ajami, Muhammad bin Wasi’, Rabi’ah al-Adawiyyah, Abdul Wahid bin Zaid, Ayub as-Sakhtayani dan orang-orang saleh yang hidup segenerasi dengan mereka.
Bila para ulama dan pemuka agama (imam) yang segenerasi dengan mereka telah banyak meriwayatkan dari mereka, dan apa yang diriwayatkan itu mereka anggap sahih (benar) dan menceritakan tentang apa yang dan mereka, seperti Ayub as-Sakhtayani, Hammad bin Zaid, Sufyan ats-Tsauri dan para imam yang lain dan orang-orang yang riwayatnya bisa dipercaya, sementara itu tidak seorang pun dan mereka yang mengingkari kesahihan riwayatnya, karena mereka adalah para imam kita dalam beragama, dan melalui riwayat mereka pula ilmu-ilmu syariat dan hukum halal-haram kita anggap sahih. Lalu bagaimana kita bisa membenarkan sebagian apa yang mereka riwayatkan, kemudian kita tidak membenarkan sebagian lain yang menyangkut masalah karamah tersebut?!
Saya melihat sekelompok orang-orang berilmu yang berusaha mengumpulkan kisah-kisah karamah, terkabulkannya doa dan apa yang searti dengan hal itu yang muncul dari para wali Allah —sebagaimana yang telah saya sebutkan— dimana hal ini menjadi masalah kontroversial bagi kalangan tertentu. Mereka menyebutkan bahwa mereka telah mengumpulkan lebih dari seribu cerita dan seribu berita. Lalu bagaimana mungkin semua itu dikatakan bohong dan hasil rekayasa? Bila dari semua itu ada satu yang benar, tentu semuanya juga benar. Sebab sedikit dan banyak dalam masalah ini adalah sama.
Orang yang berargumentasi, bahwa karamah yang terjadi sebelum Nabi Muhammad Saw. adalah sebagai penghormatan kepada nabi yang hidup di zaman itu, dan yang terjadi pada para sahabat Nabi Saw. adalah sebagai penghormatan kepada Rasulullah Saw. Maka orang yang mengatakan sebagaimana di atas pantas untuk dijawab, “Bahwa karamah yang terjadi pada tabi’in dan orang-orang pada generasi setelahnya sampai hari Kiamat adalah sebagai penghormatan kepada Nabi Muhammad Saw, karena beliau adalah nabi terbaik dan umatnya adalah umat terbaik.”
Mustahil Rasulullah Saw. tidak memiliki suatu mukjizat yang dimiliki para nabi sebelumnya, tapi apa yang dimiliki mereka, Nabi Muhammad Saw. tentu memilikinya bahkan lebih banyak dan lebih sempurna. Maka kalau umat para nabi sebelum Rasulullah memiliki karamah demi memuliakan para nabinya, tentu umat Muhammad juga memiliki hal yang sama, bahkan lebih banyak, demi memuliakan kepada Rasulullah Saw. Hanya saja di dalam umat Muhammad terdapat orang-orang yang tidak diketahui kondisi dan tingkatan spiritualnya serta karamahnya kecuali bila diuji sesuai dengan cara orang-orang bersih dan pilihan Tuhan. Bila hal itu muncul dan tampak, mereka sangat khawatir bila martabat dan kedudukannya di sisi Allah akan jatuh dan kembali ke belakang. Mereka juga tidak menganggap orang-orang yang cenderung pada hal ini dan puas dengan karamah ini sebagai kondisi spiritual adalah termasuk golongan orang-orang khusus. Kami akan membahas hal ini dalam Bab tersendiri — Insya Allah. Hanya saja yang ingin saya tekankan pada Bab ini adalah, bahwa karamah itu mungkin dan boleh saja terjadi pada para wali Allah (bukan para nabi dan rasul). Sementara anggapan orang yang mengatakan, bahwa hal itu tidak boleh terjadi pada selain nabi dan rasul adalah tidak benar.
No comments:
Post a Comment