Wednesday, July 31, 2013

NUR MUHAMMAD

NUR MUHAMMAD


Pokok dari ajaran agama adalah mengajarkan kepada ummatnya tentang bagaimana berhubungan dengan Tuhan, cara mengenal-Nya dengan sebenar-benar kenal yang di istilahkan dengan makrifat, kemudian baru menyembah-Nya dengan benar pula. Apakah agama Islam, Kristen, Hindu dan lain-lain, semuanya mengajarkan ajaran pokok ini yaitu bagaimana seseorang bisa sampai kehadirat-Nya. Karena itu pula Allah SWT menurunkan para nabi/Rasul untuk menyampaikan metodologi cara berhubungan dengan-Nya, tidak cukup satu Nabi, Allah SWT menurunkan ribuan Nabi untuk meluruskan kembali jalan yang kadangkala terjadi penyimpangan seiring berjalannya waktu.

Nabi Adam as setelah terusir dari syurga bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun bertobat kepada Allah SWT tidak diampuni, setelah Beliau berwasilah (teknik bermunajat) kepada Nur Muhammad barulah dosa-dosa Beliau diampuni oleh Allah SWT, artinya Allah mengampuni Adam as bukan karena ibadahnya akan tetapi karena ada faktor tak terhingga yang bisa menyambungkan ibadah beliau kepada pemilik bumi dan langit. Lewat faktor tak terhingga itulah maka seluruh permohonan Nabi Adam as sampai kehadirat Allah SWT. Faktor tak terhingga itu adalah Nur Muhammad yang merupakan pancaran dari Nur Allah yang berasal dari sisi-Nya, tidak ada satu unsurpun bisa sampai kepada matahari karena semua akan terbakar musnah kecuali unsur dia sendiri yaitu cahayanya, begitupulah dengan Allah SWT, tidak mungkin bisa sampai kehadirat-Nya kalau bukan melalui cahaya-Nya

Nur Muhammad adalah pancaran Nur Allah yang diberikan kepada Para Nabi mulai dari Nabi Adam as sampai dengan Nabi Muhammad SAW, dititipkan dalam dada para Nabi dan Rasul sebagai conductor yang menyalurkan energi Ketuhanan Yang Maha Dasyat dan Maha Hebat. Dengan penyaluran yang sempurna itu pula yang membuat nabi Musa bisa membelah laut, Nabi Isa menghidupkan orang mati dan Para nabi menunjukkan mukjizatnya serta para wali menunjukkan kekeramatannya. Karena Nur Muhammad itu pula yang menyebabkan wajah Nabi Muhammad SAW tidak bisa diserupai oleh syetan.

Setelah Rasulullah SAW wafat apakah Nur Muhammad itu ikut hilang?

Tidak! Nur tersebut diteruskan kepada Saidina Abu Bakar Siddiq ra sebagai sahabat Beliau yang utama sebagaimana sabda Nabi:

“ Tidak melebih Abu Bakar dari kamu sekalian dengan karena banyak shalat dan banyak puasa, tetapi (melebihi ia akan kamu) karena ada sesuatu (rahasia) yang tersimpan pada dadanya”

Pada kesempatan yang lain Rasulullah bersabda pula :
“Tidak ada sesuatupun yang dicurahkan Allah ke dadaku, melainkan seluruhnya kutumpahkan pula ke dada Abu Bakar Siddiq”.

Nur Muhammad akan terus berlanjut hingga akhir zaman, dan Nur itu pula yang terdapat dalam diri seorang Mursyid yang Kamil Mukamil yang wajahnya juga tidak bisa diserupai oleh syetan. Memandang wajah Mursyid hakikatnya adalah memandang Nur Muhammad dan sudah pasti memandang Nur Allah SWT.

Nabi SAW bersabda :

La yadhulunara muslimun ra-ani wal man ra-a man ra-ani wala man ra-a man ra-ani ai walau bisab’ina wasithah, fainnahum khulafa-li fi tablighi wal irsyadi, inistaqamu ala syarii’ati.

“Tidak akan masuk neraka seorang muslim yang melihat aku dan tidak juga (akan masuk neraka) yang melihat orang yang telah melihat aku, dan tidak juga (akan masuk neraka) orang yang melihat orang yang telah melihat aku, sekalipun dengan 70 wasithah (lapisan/antara). Sesungguhnya mereka itu adalah para khalifahku dalam menyampaikan (islam/sunahku) mengasuh dan mendidik (orang ramai), sekiranya mereka itu tetap istiqamah didalam syari’atku” (H.R. Al – Khatib bin Abd.Rahman bin Uqbah).

Makna melihat dalam hadist di atas bukan dalam pengertian melihat secara umum, karena kalau kita maknai melihat itu dengan penglihatan biasa maka Abu Jahal dan musuh-musuh nabi juga melihat beliau akan tetapi tetap masuk Neraka. Melihat yang dimaksud adalah melihat Beliau sebagai sosok nabi yang menyalurkan Nur Allah kepada ummatnya, melihat dalam bentuk rabithah menggabungkan rohani kita dengan rohani beliau.

Darimana kita tahu seseorang itu pernah melihat Nabi dan bersambung sampai kepada Beliau? Kalau melihat dalam pengertian memandang secara awam maka para ahlul bait adalah orang-orang yang sudah pasti punya hubungan melihat karena mereka adalah keturunan Nabi.

Akan tetapi karena pengertian melihat itu lebih kepada rabitah atau hubungan berguru, maka yang paling di jamin punya hubungan melihat adalah Para Ahli Silsilah Thariqat yang saling sambung menyambung sampai kepada Rasulullah SAW.

Syukurlah bagi orang-orang yang telah menemukan seorang Guru Mursyid yang silsilahnya bersambung kepada Rasulullah SAW, yang selalu memberikan pencerahan dengan menyalurkan Nur Muhammad sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin, bermohon atas namanya niscaya Allah SWT akan mengabulkan do’a dan dari Mursyid lah Firman Nafsani dari Allah terus berlajut dan tersampaikan kepada hamba-Nya yang telah mendapat petunjuk.

Barulah kita tahu kenapa memandang wajah Mursyid itu bisa mengubah akhlak manusia yang paling bejat sekalipun, karena dalam wajah Mursyid itu adalah pintu langsung kepada Allah SWT.

Nabi Adam as diampuni dosanya dengan ber wasilah kepada Nur Muhammad, apa mungkin dosa kita bisa terampuni tanpa Nur Muhammad?

Marilah kita memuliakan Guru Mursyid kita sebagai bhakti kasih kita kepadanya, dari Beliaulah Nur Muhammad itu tersalurkan sehingga bencana sehebat apapun dapat ditunda, sesungguhnya Guru Mursyid itu adalah Guru kita dari dunia sampai ke akhirat kelak, jangan kita dengarkan orang-orang yang melarang memuliakan Guru sebagai Ulama pewaris Nabi sesungguhnya ajaran demikian itu baru muncul di abad ke-18, muncul akibat keberhasilan orang orientalis menghancurkan Islam dari dalam.

Ingat pesan dari Nabi SAW yang mulia :

“Muliakanlah Ulama sesungguhnya mereka adalah pewaris pada nabi, barang siapa memuliakan mereka maka telah memuliakan Allah dan Rasul-Nya” (H.R. Al – Khatib Al – Baghdadi dari Jabir R.A.)



Syukur yang tak terhingga bagi orang-orang yang telah menemukan ulama pewaris Nabi, yang apabila memandang wajahnya sama dengan memandang Nur Muhammad, wajah yang tidak bisa diserupai oleh syetan, dengan wajah itu pula yang bisa menuntun kita dalam setiap ibadah, dalam kehidupan sehari-hari, wajah yang kekal abadi, wajah Nur Muhammad.



Alhamdulillahhirabbil ‘Alamin

SILSILAH THAREKAT NAQSYABANDIYAH

SILSILAH THAREQAT NAQSYABANDIYAH



“Ati’ullaha wa ati’ur rasula wa ulil amri minkum” (An-Nisa’ 59).
Ta’atilah Allah dan Rasulullah serta para pemimpin kalian.

Dengan mematuhi Rasulullah SAW, berarti kita mematuhi Allah . Oleh sebab itu jagalah agar Tuhan dan Rasulullah selalu berada dalam hatimu, dan bila kalian mematuhi gurumu, berarti kalian mematuhi Rasulullah SAW

Keberadaan seorang guru sangat penting dan setiap orang harus mempunyai seorang guru. Tanpa guru, tak seorang pun dapat mengalami kemajuan dan tak seorang pun bisa menemukan jejak dan jalur yang harus dituju. Bahkan Rasulullah SAW dan seluruh Rasul yang diutus Allah SWT ke dunia ini juga mempunyai guru. Rasulullah SAW mendapat bimbingan Jibril AS dalam proses pencarian Tuhan. Itulah sebabnya kita harus mempunyai seorang guru yang akan menunjukkan jalan kepada Rasulullah SAW dan seterusnya kepada Allah SWT. Jangan berpikir bahwa kita dapat mencapai suatu tempat tanpa seorang guru, mustahil. Bila kita menempuh jalan sendiri, kita tidak akan mencapai suatu tempat karena jika kita kehilangan jejak, akan benar-benar tersesat. Oleh sebab itu gunakanlah seorang pemandu yang mengetahui jalan yang kalian tempuh, yaitu orang yang pernah melalui jalan itu sebelumnya, sehingga dia menjadi berpengalaman. Dia akan mengantarmu dan membimbingmu langsung menuju tujuanmu tanpa pergi ke sana ke mari, atau ke suatu tempat yang bisa menyesatkanmu.

Itulah sebabnya mengapa seluruh Tarikat mempunyai Silsilah yang merupakan mata rantai Guru-Guru yang sambung-menyambung dan kembali secara langsung, tanpa interupsi kepada Rasulullah SAW. Inilah yang kita butuhkan, suatu jalinan langsung. Kita tidak menginginkan suatu mata rantai yang terputus di suatu tempat. Suatu pipa yang tertanam di dalam tanah dan membawa air dari satu desa ke desa yang lain harus benar-benar terjalin dengan baik. Jika terdapat satu lubang di suatu tempat, air itu tidak akan sampai. Jika mata rantai Wali itu terputus, kita tidak akan sampai kepada Rasulullah SAW.

Jika kita bertanya kepada seluruh manusia di muka bumi apa Agama anda, mereka mengatakan, “Kami adalah pemeluk Budha, Hindu, Kristen, Judaisme, atau Yoga,” atau suatu bentuk agama dan kepercayaan lainnya. Jika kita bertanya kepada mereka, “Siapa guru kalian?” Mereka akan menjawab, “si Anu dan Anu,” lalu siapa guru dari si Anu dan Anu tadi?

Sekarang kita bukannya ingin menentang suatu agama atau kepercayaan, karena semuanya itu akan mengantarkan kalian menuju tujuan masing-masing, tetapi mengertilah apa yang kami tanyakan, siapa guru dari guru kalian tadi? Orang itu tidak akan tahu bagaimana menjawab pertanyaan itu. Seseorang mungkin akan menjawab, “Kepercayaannya berasal dari ajaran mistik dari leluhur mereka yang telah berusia 2.000, 3.000, atau 6.000 tahun.” Lalu bagaimana kondisi “pipanya” dalam kurun waktu ribuan tahun itu? Siapa guru-guru yang membentuknya, guru-guru dan Guru Besar yang meneruskannya? Tidak ada yang mengetahuinya, mereka hanya mengenal dua, tiga atau empat guru, setelah itu tidak ada lagi.

Sebuah pohon yang tidak berakar tidak akan menghasilkan buah. Pohon yang perakarannya tidak kuat akan mudah diterpa angin karena pondasinya sangat lemah. Seorang guru tidak boleh “mencantelkan diri,” begitu saja tanpa orang-orang mengetahui siapa gurunya, siapa guru-guru sebelumnya sampai guru yang mendirikan jalur tersebut. Itulah sebabnya guru-guru Sufi merupakan guru-guru yang saling terhubung dan merupakan guru-guru terkuat di dunia, mereka mempunyai hubungan yang benar, mereka mengetahui para leluhur mereka. Jika anda tidak mengetahui leluhur anda, maka anda tidak akan terhubung ke mana-mana atau tidak mengetahui ke mana anda terhubung.

Dari Budha hingga sekarang, bisakah seseorang menghitung jumlah guru-gurunya? Atau dalam agama Hindu? Bagaimana dengan agama Sikh? Atau filosofi China? Jelaskan mengenai Silsilah guru-guru mereka, atau paling tidak sebutkan nama-nama mereka sejak 3.000 tahun yang lalu. Kami menginginkan mata rantai yang tidak terputus, tanpa ada satu yang hilang. Kalian tidak akan menemukan mata rantai seperti itu, bahkan dalam spiritualitas Kristen atau filosofi Yahudi, kita hanya bisa menemukannya dalam Sufisme. Dan tanpa mata rantai seperti itu kita tidak bisa pergi ke mana-mana,Karenanya setiap orang membutuhkan guru Sufi untuk mengantarkannya menuju tujuan masing-masing.

Ini adalah pengetahuan yang diambil dari hati Sayyidina Muhammad SAW dan dibawakan melalui Silsilah guru-guru tersebut. Anda tidak bisa menemukannya di buku apa pun.

Rasulullah SAW menerima tiga Atribut dari Allah SWT, yaitu: pertama, beliau dibersihkan dengan Air Kehidupan dan diberikan kehidupan yang abadi. Kedua, beliau menerima Cahaya Ilahi. Pada saat itu, sebagaima yang telah kami katakan, beliau mampu merasakan apa yang dirasakan oleh setiap orang dan berada dalam hati setiap orang. Itulah arti dari ayat, “Wa’lamuu anna fikum rasuulullah,” “Ketahuilah bahwa Rasulullah ada bersamamu, di antara kamu dan dalam dirimu” (al-Hujurat 7), karena beliau telah disandangkan dengan Cahaya Ilahi tersebut. Itulah sebabnya Rasulullah dapat mengetahui apa yang kita rasakan, bagaimana masa depan kita, apa yang kalian lakukan, dan apa yang akan terjadi baik di sini maupun di hari kemudian.

Yang ketiga, Rasulullah SAW menerima Kekuatan Ilahi dari Samudra Kekuatan Ilahi. Semua ini bersumber pada suatu pengetahuan tingkat tinggi dan harus dipahami dengan seksama. Itu adalah atribut dari “Bahrul Qudra,” Samudra Kekuatan, yang pernah diminta oleh Nabi Musa u namun tidak diberikan oleh Allah. Nabi Musa AS meminta agar Allah SWT memberinya kekuatan dari Samudra Kekuatan agar bisa berkata kepada sesuatu, “Jadilah!” dan jadilah dia, Allah I berkata, “Tidak, lihatlah gunung itu, Aku akan memberikan cahaya kepada gunung itu. Jika gunung itu tetap berdiri di tempatnya, engkau akan diberikan kekuatan itu, tetapi jika gunung itu melebur atau hancur, engkau tidak bisa menerima kekuatan itu, karena engkau pun akan hancur.” Dan ketika Allah SWT mengirimkan cahaya ke gunung itu, gunung itu menjadi hancur lebur, Nabi Musa AS pun jatuh pingsan (al-A’raf 143). Itulah sebabnya Allah I mengatakan bahwa kekuatan itu bukan untuknya melainkan untuk Rasul terakhir.

Allah SWT telah memberi Rasulullah SAW Samudra Kekuatan itu sehingga beliau bisa mengucapkan “Jadilah!” Maka jadilah dia—tanpa perlu meminta izin kepada Allah SWT karena beliau telah berenang dalam Samudra Kekuatan itu. Rasulullah SAW bersabda, “Maa shabballahu fii shadrii syay-an ilaa wa shababtuhu fi shadri Abii Bakri,” “Apa pun yang Allah berikan ke dalam hatiku, telah kuberikan pula ke dalam hati Abu Bakar Ash-Shiddiq RA” (Maybudi, Razi, Ajluni, Suyuti), kemudian Abu Bakar As-siddiq menyerahkan semuanya kepada Salman al-Farisi , Salman kepada Qasim , Qasim kepada Imam Jakfar Saddik seterusnya pada Abu Yazid Al Bisthami sampai kepada Syekh Bahauddin Naqsyabandy dan sampai sekarang kepada Guru kita. Inilah yang dinamakan Silsilah.

Bagi seorang Sufi tidak mempunyai jarak dengan nabi Muhammad walau dipisahkan sambung menyambung dengan 36 Ahli Silsilah kerena setiap Ahli Silsilah itu sesungguhnya Rohani mereka bersatu dengan Rohani Rasulullah SAW dan sudah pasti bergabung dengan Allah SWT. Muhammad bin Abdillah selaku manusia telah wafat meninggalkan kita 1400 tahun yang lalu, akan tetapi Nur Muhammad akan tetap abadi sepanjang zaman.

Saidi Syekh Muhammad Hasyim Al-Khalidi (Ahli Silsilah ke-34) pernah menjelaskan dalam pantunnya :

Bukan Marabah Makan Padi, Marabah makan buah sikaduduk

Bukan di Mekkah tempat nabi, Nabi beserta kita duduk

Begitu dekatnya, begitu akrab dan mesranya para sufi merasakan hubungannya dengan Rasulullah dan Allah SWT

Jangan berpikir bahwa Allah menciptakan makhluk-Nya dan meninggalkannya begitu saja. Allah akan menyandangkan para Wali-Nya dan menyandangkan Rasulullah dengan Atribut dan Cahaya-Nya untuk menghindarkan orang dari penderitaan dan dosa menuju maqam yang tinggi di hari kemudian.

Ketika Salman al-Farisi RA, salah satu Wali terbesar yang muncul setelah Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq dan berasal dari Persia, mengetahui dari buku yang telah dibacanya dan melalui suatu tanda di luar kebiasaan yang muncul di gugusan bintang, yang menandakan bahwa Rasul terakhir akan muncul. Beliau tahu bahwa akan terjadi suatu peristiwa besar di dunia ini. Untuk pergi ke Mekkah, beliau menjual dirinya sebagai budak kepada beberapa orang yang pergi ke Mekkah, dan beliau mengiringi unta milik orang yang membelinya sepanjang 5.000 mil dari Persia ke Mekkah untuk bertemu Rasulullah SAW. Sekarang kita malah enggan untuk menempuh 20 atau 40 mil dengan kendaraan, dan mengatakan bahwa itu terlalu jauh. Lihatlah perjalanan para Wali yang sangat panjang dan jauh untuk bertemu dengan Rasulullah SAW

Kepada Para Wali diberikan Ilmu yang Maha Luas tidak akan habis diminum oleh Milyaran orang, kepada para Ahli Silsilah (Maha Guru) dititipkan Nur Muhammad sebagai faktor tak terhingga untuk menyelamatkan ummat manusia dari kehancuran. Abu Hurairah dalam hadits, “Shabba Rasulullah fii qalbi wi’aanaini fa ammaa ahaduhumaa fa batsats-tuhu bii khalqi wa ammal akhara law batsats-tuhu laquthi’a hadzal bul’uum,” “Rasulullah telah meletakkan dua jenis ilmu pengetahuan dalam hatiku. Satu pengetahuan telah kusebarkan kepada orang-orang, tetapi bila pengetahuan yang lainnya kukatakan, mereka akan memotong leherku” (Bukhari).

Allah membasuh hati Rasulullah dengan “Bismillah al-‘azhim,” Nama yang Terbesar. Sampai sekarang setiap Wali mencoba untuk mengetahui Nama Allah yang Terbesar, tetapi tidak ada yang mengetahuinya, karena rahasia itu belum dibukakan kepada seseorang, kecuali Rasulullah endiri yang telah menerima rahasia tersebut di dalam hatinya. Semua sekat dihilangkan dari hati Rasulullah tatkala Allah membasuh hatinya dengan air sungai Khawtsar, sebuah sungai di Surga yang diberikan kepada Rasulullah SAW manakala Allah SWT berfirman, “Innaa a’thaynaakal Khawtsar” (al-Khawtsar 1). Jika seseorang mandi di dalamnya, hatinya tidak akan pernah mati. Inilah sebabnya Rasulullah e bersabda, “Ana hayyun thariyyun fii qabri,” “Aku hidup dan tetap segar dalam kuburku” (Suyuti).

Ketika beliau baru berusia 1 jam, Rasulullah SAW bertanya kepada Allah SWT seolah-oleh beliau melihat-Nya, “Wahai Tuhanku, bagaimana dengan ummatku? Apakah Engkau akan membasuh ummatku dengan air dari sungai ini? Jika tidak, aku tidak mau dibasuh sendiri. Aku harus bersama ummatku, aku tidak bisa meninggalkan mereka.” Menurut Rasulullah SAW, ketika beliau meminta hal ini kepada Allah, Allah membasuh seluruh ummatnya dengan air dari Sungai Kehidupan itu. Allah I membasuh dan membersihkan hati mereka sampai menjadi bersih dan transparan seperti yang dimiliki Rasulullah, kemudian Allah menyerahkan mereka kepadanya, “Aku menyerahkan ummatmu dalam keadaaan bersih, suci, lemah lembut, pemurah, rendah hati, saling mencintai dan menghormati sesamanya. Apakah engkau menerimanya?” Rasulullah yang melihat mereka semua dalam keadaan bersih dan suci lalu berkata, “Aku menerimanya.” Ketika beliau mengatakan akan membawa mereka, Allah menunjukkan kepadanya bagaimana mereka akan membuat banyak dosa ketika diturunkan ke dunia ini. Rasulullah bersabda, “Wahai Tuhanku, apa yang telah Kau lakukan?” Allah menjawab, “Lupakan saja, cahaya tidak akan musnah dari dalam hati mereka. Mereka akan menutupi cahaya itu dengan kegelapan, tetapi itu akan seperti lap, dan Aku akan memberimu Awliya yang akan menjadi pembantumu agar mereka dapat membersihkan dan mengkilapkan hati mereka.”

Setelah Rasulullah menerima ummatnya dengan cahaya mereka, dan setelah Allah menunjukkan dosa-dosa yang akan mereka lakukan, Rasulullah meminta beberapa pembantu. Dengan segera Allah memberinya 7.007 Wali Naqsybandi untuk membantu beliau membersihkan ummatnya. Di antara mereka terdapat 313 Wali yang tingkatannya tinggi. Dan di antara mereka terdapat 36 Guru Besar dari Ahli Silsilah, jalan kita menuju Rasulullah SAW. Mereka hidup disetiap zaman apabila satu orang berlindung kehadirat Allah SWT maka akan digantikan oleh penerusnya sehingga seluruh Ilmu Rasulullah tersampaikan kepada ummatnya walau terbentang jarak ribuan tahun. Ketigapuluh Enam Guru Besar mencoba melakukan yang terbaik untuk membersihkan setiap orang dari dosa-dosanya melalui cahaya yang telah diberikan Allah ke dalam hati mereka. Beruntunglah bahwa kita berada di tangan salah satu Guru Besar tersebut—Guru Besar terakhir dalam silsilah ini, Maha Guru yang ketigapuluh Enam yang sangat Keramat.


Tuesday, July 30, 2013

PENGHUNI SYURGA

Penghuni Surga

Suatu ketika Nabi Muhammad saw. duduk di masjid dan berbincang bincang dengan sahabatnya. Tiba-tiba beliau bersabda: “Sebentar lagi seorang penghuni surga akan masuk kemari.” Semua mata pun tertuju ke pintu masjid dan pikiran para hadirin membayangkan seorang yang luar biasa. “Penghuni surga, penghuni surga,” demikian gumam mereka.

Beberapa saat kemudian masuklah seorang dengan air wudhu yang masih membasahi wajahnya dan dengan tangan menjinjing sepasang alas kaki. Apa gerangan keistimewaan orang itu sehingga mendapat jaminan surga? Tidak seorang pun yang berani bertanya walau seluruh hadirin merindukan jawabannya.

Keesokan harinya peristiwa di atas terulang kembali. Ucapan Nabi dan “si penghuni” surga dengan keadaan yang sama semuanya terulang, bahkan pada hari ketiga pun terjadi hal yang demikian.

Abdullah ibnu ‘Amr tidak tahan lagi, meskipun ia tidak berani bertanya dan khawatir jangan sampai ia mendapat jawaban yang tidak memuaskannya. Maka timbullah sesuatu dalam benaknya. Dia mendatangi si penghuni surga sambil berkata: “Saudara, telah terjadi kesalahpahaman antara aku dan orang-tuaku, dapatkah aku menumpang di rumah Anda selama tiga hari?“

Tentu, tentu…,” jawab si penghuni surga.”

Rupanya, Abdullah bermaksud melihat secara langsung “amalan” si penghuni surga.

Tiga hari tiga malam ia memperhatikan, mengamati bahkan mengintip si penghuni surga, tetapi tidak ada sesuatu pun yang istimewa. Tidak ada ibadah khusus yang dilakukan si penghuni surga. Tidak ada shalat malam, tidak pula puasa sunnah. Ia bahkan tidur dengan nyenyaknya hingga beberapa saat sebelum fajar. Memang sesekali ia terbangun dan ketika itu terdengar ia menyebut nama Allah di pembaringannya, tetapi sejenak saja dan tidurnya pun berlanjut.

Pada siang hari si penghuni surga bekerja dengan tekun. Ia ke pasar, sebagaimana halnya semua orang yang ke pasar. “Pasti ada sesuatu yang disembunyikan atau yang tak sempat kulihat Aku harus berterus terang kepadanya,” demikian pikir Abdullah.

“Apakah yang Anda perbuat sehingga Anda mendapat jaminan surga?” tanya Abdullah.

“Apa yang Anda lihat itulah!” jawab si penghuni surga.

Dengan kecewa Abdullah bermaksud kembali saja ke rumah, tetapi tiba-tiba tangannya dipegang oleh si penghuni surga seraya berkata: “Apa yang Anda lihat itulah yang saya lakukan, ditambah sedikit lagi, yaitu saya tidak pernah merasa iri hati terhadap seseorang yang dianugerahi nikmat oleh Tuhan. Tidak pernah pula saya melakukan penipuan dalam segala aktivitas saya.”

Dengan menundukkan kepala Abdullah meninggalkan si penghuni surga sambil berkata: “Rupanya, yang demikian itulah yang menjadikan Anda mendapat jaminan surga.“
Kisah di atas disadur dari buku Faidh Al-Nubuwah. Petunjuknya demikian jelas, sehingga tidak perlu rasanya diberi komentar guna menjadi pelita hati. Saya hanya berkata: “Astaghfirullah, mampu-kah kita mengikuti jejaknya? Wallahu A’lam.[]


Sumber : “Lantera Hati, Kisah dan Hikmah Kehidupan” Karya Quraish ShihabNUR MUHAMMAD
Posted on Juni 24, 2008 by SufiMuda

Pokok dari ajaran agama adalah mengajarkan kepada ummatnya tentang bagaimana berhubungan dengan Tuhan, cara mengenal-Nya dengan sebenar-benar kenal yang di istilahkan dengan makrifat, kemudian baru menyembah-Nya dengan benar pula. Apakah agama Islam, Kristen, Hindu dan lain-lain, semuanya mengajarkan ajaran pokok ini yaitu bagaimana seseorang bisa sampai kehadirat-Nya. Karena itu pula Allah SWT menurunkan para nabi/Rasul untuk menyampaikan metodologi cara berhubungan dengan-Nya, tidak cukup satu Nabi, Allah SWT menurunkan ribuan Nabi untuk meluruskan kembali jalan yang kadangkala terjadi penyimpangan seiring berjalannya waktu.

Nabi Adam as setelah terusir dari syurga bertahun-tahun bahkan berpuluh tahun bertobat kepada Allah SWT tidak diampuni, setelah Beliau berwasilah (teknik bermunajat) kepada Nur Muhammad barulah dosa-dosa Beliau diampuni oleh Allah SWT, artinya Allah mengampuni Adam as bukan karena ibadahnya akan tetapi karena ada faktor tak terhingga yang bisa menyambungkan ibadah beliau kepada pemilik bumi dan langit. Lewat faktor tak terhingga itulah maka seluruh permohonan Nabi Adam as sampai kehadirat Allah SWT. Faktor tak terhingga itu adalah Nur Muhammad yang merupakan pancaran dari Nur Allah yang berasal dari sisi-Nya, tidak ada satu unsurpun bisa sampai kepada matahari karena semua akan terbakar musnah kecuali unsur dia sendiri yaitu cahayanya, begitupulah dengan Allah SWT, tidak mungkin bisa sampai kehadirat-Nya kalau bukan melalui cahaya-Nya

Nur Muhammad adalah pancaran Nur Allah yang diberikan kepada Para Nabi mulai dari Nabi Adam as sampai dengan Nabi Muhammad SAW, dititipkan dalam dada para Nabi dan Rasul sebagai conductor yang menyalurkan energi Ketuhanan Yang Maha Dasyat dan Maha Hebat. Dengan penyaluran yang sempurna itu pula yang membuat nabi Musa bisa membelah laut, Nabi Isa menghidupkan orang mati dan Para nabi menunjukkan mukjizatnya serta para wali menunjukkan kekeramatannya. Karena Nur Muhammad itu pula yang menyebabkan wajah Nabi Muhammad SAW tidak bisa diserupai oleh syetan.

Setelah Rasulullah SAW wafat apakah Nur Muhammad itu ikut hilang?

Tidak! Nur tersebut diteruskan kepada Saidina Abu Bakar Siddiq ra sebagai sahabat Beliau yang utama sebagaimana sabda Nabi:

“ Tidak melebih Abu Bakar dari kamu sekalian dengan karena banyak shalat dan banyak puasa, tetapi (melebihi ia akan kamu) karena ada sesuatu (rahasia) yang tersimpan pada dadanya”

Pada kesempatan yang lain Rasulullah bersabda pula :
“Tidak ada sesuatupun yang dicurahkan Allah ke dadaku, melainkan seluruhnya kutumpahkan pula ke dada Abu Bakar Siddiq”.

Nur Muhammad akan terus berlanjut hingga akhir zaman, dan Nur itu pula yang terdapat dalam diri seorang Mursyid yang Kamil Mukamil yang wajahnya juga tidak bisa diserupai oleh syetan. Memandang wajah Mursyid hakikatnya adalah memandang Nur Muhammad dan sudah pasti memandang Nur Allah SWT.

Nabi SAW bersabda :

La yadhulunara muslimun ra-ani wal man ra-a man ra-ani wala man ra-a man ra-ani ai walau bisab’ina wasithah, fainnahum khulafa-li fi tablighi wal irsyadi, inistaqamu ala syarii’ati.

“Tidak akan masuk neraka seorang muslim yang melihat aku dan tidak juga (akan masuk neraka) yang melihat orang yang telah melihat aku, dan tidak juga (akan masuk neraka) orang yang melihat orang yang telah melihat aku, sekalipun dengan 70 wasithah (lapisan/antara). Sesungguhnya mereka itu adalah para khalifahku dalam menyampaikan (islam/sunahku) mengasuh dan mendidik (orang ramai), sekiranya mereka itu tetap istiqamah didalam syari’atku” (H.R. Al – Khatib bin Abd.Rahman bin Uqbah).

Makna melihat dalam hadist di atas bukan dalam pengertian melihat secara umum, karena kalau kita maknai melihat itu dengan penglihatan biasa maka Abu Jahal dan musuh-musuh nabi juga melihat beliau akan tetapi tetap masuk Neraka. Melihat yang dimaksud adalah melihat Beliau sebagai sosok nabi yang menyalurkan Nur Allah kepada ummatnya, melihat dalam bentuk rabithah menggabungkan rohani kita dengan rohani beliau.

Darimana kita tahu seseorang itu pernah melihat Nabi dan bersambung sampai kepada Beliau? Kalau melihat dalam pengertian memandang secara awam maka para ahlul bait adalah orang-orang yang sudah pasti punya hubungan melihat karena mereka adalah keturunan Nabi.

Akan tetapi karena pengertian melihat itu lebih kepada rabitah atau hubungan berguru, maka yang paling di jamin punya hubungan melihat adalah Para Ahli Silsilah Thariqat yang saling sambung menyambung sampai kepada Rasulullah SAW.

Syukurlah bagi orang-orang yang telah menemukan seorang Guru Mursyid yang silsilahnya bersambung kepada Rasulullah SAW, yang selalu memberikan pencerahan dengan menyalurkan Nur Muhammad sebagai Rahmatan Lil ‘Alamin, bermohon atas namanya niscaya Allah SWT akan mengabulkan do’a dan dari Mursyid lah Firman Nafsani dari Allah terus berlajut dan tersampaikan kepada hamba-Nya yang telah mendapat petunjuk.

Barulah kita tahu kenapa memandang wajah Mursyid itu bisa mengubah akhlak manusia yang paling bejat sekalipun, karena dalam wajah Mursyid itu adalah pintu langsung kepada Allah SWT.

Nabi Adam as diampuni dosanya dengan ber wasilah kepada Nur Muhammad, apa mungkin dosa kita bisa terampuni tanpa Nur Muhammad?

Marilah kita memuliakan Guru Mursyid kita sebagai bhakti kasih kita kepadanya, dari Beliaulah Nur Muhammad itu tersalurkan sehingga bencana sehebat apapun dapat ditunda, sesungguhnya Guru Mursyid itu adalah Guru kita dari dunia sampai ke akhirat kelak, jangan kita dengarkan orang-orang yang melarang memuliakan Guru sebagai Ulama pewaris Nabi sesungguhnya ajaran demikian itu baru muncul di abad ke-18, muncul akibat keberhasilan orang orientalis menghancurkan Islam dari dalam.

Ingat pesan dari Nabi SAW yang mulia :

“Muliakanlah Ulama sesungguhnya mereka adalah pewaris pada nabi, barang siapa memuliakan mereka maka telah memuliakan Allah dan Rasul-Nya” (H.R. Al – Khatib Al – Baghdadi dari Jabir R.A.)



Syukur yang tak terhingga bagi orang-orang yang telah menemukan ulama pewaris Nabi, yang apabila memandang wajahnya sama dengan memandang Nur Muhammad, wajah yang tidak bisa diserupai oleh syetan, dengan wajah itu pula yang bisa menuntun kita dalam setiap ibadah, dalam kehidupan sehari-hari, wajah yang kekal abadi, wajah Nur Muhammad.



Alhamdulillahhirabbil ‘Alamin

PESAN DARI LANGIT

PESAN PESAN “LANGIT” UNTUK SEMESTA



Kalau DIA menghendaki, cukup berkata KUN FAYAKUN. Termasuk memberi petunjuk dan pembelajaran kepada kita tanpa perantara melalui media telepon dan SMS.

Assalamualaikum sedulurku semua…
Sebelum membaca larik-larik kalimat di bawah ini, marilah kita sisihkan terlebih dulu perbendaharaan pengetahuan yang sudah kita miliki sebelumnya. kita singkirkan dulu kitab-kitab yang sudah pernah kita baca. kita singkirkan kepercayaan kita yang sudah kita lekatkan pada hati sanubari kita. hanya untuk sementara saja.

Pada kesempatan yang mulia ini, marilah kita baca—kita resapi—kita nikmati sajian yang tersuguhkan secara apa adanya. Tidak perlu melakukan penilaian, apalagi membanding-bandingkan dengan pengetahuan yang pernah kita kumpulkan semasa kita hidup. Kita pasrah dan ikhlas saja menerima sesuatu yang barangkali baru. Namun sebenarnya, hal-hal seperti ini bukanlah hal baru khususnya bagi yang sudah “sampai pada tahap perjalanan spiritual tertentu.” Bagi yang belum “sampai pada tahap perjalanan spiritual tertentu” bisa jadi penjelasan-penjelasan di bawah ini terasa janggal dan tidak masuk akal.

Kami sangat memahami dan menyadari bahwa soal-soal seperti ini memang terasa tidak masuk akal. Padahal sebenarnya, tidak ada yang tidak masuk akal bila diri sendiri sudah pernah mengalaminya. Mungkin terasa tidak masuk akal karena kita belum mampu menghubung-hubungkan satu perkara dengan perkara lainnya. Rasio atau akal kita memang sangat terbatas. Dengan keterbatasan akal kita inilah dunia dan peradaban kita terbentuk sedemikian rupa sehingga apa yang terasa tidak masuk akal tidak mendapat tempat. Dunia berkembang menjadi sebuah wahana dimana akal didewa-dewakan. Sementara apa yang terasa tidak masuk akal ditolak dan dienyahkan. Pada akhirnya dunia dan peradaban menjadi dangkal dan kasar. Kita semua pasti merasakan hal ini meski kita tidak mampu untuk mengungkapkannya.

Sebelumnya, kita sudah mengenal bahwa para leluhur kita berkomunikasi dan berinteraksi dengan kita dengan berbagai cara. Ada yang langsung bisa kita temui dalam wujud dan sosok manusia seperti wujud kita. Ada yang hanya bisa berkomunikasi dengan kita melalui mimpi. Ada yang meninggalkan pesan melalui benda-benda pusaka sehingga kita diharapkan bisa mencerna maknanya. Ada pula yang sangat jelas dan riil yaitu melalui telepon dan SMS. Tidak hanya para leluhur yang berkomunikasi dengan cara demikian, namun juga “DZAT”.

Apakah DZAT itu? Kalau sejak kecil kita dididik ilmu agama maka kita mengenalnya dengan beragam istilah dan bahasa. Bisa Allah SWT, Tuhan, Hyang Widi Wasa, Sang Hyang Manon, God, dan sebagainya. Apapun istilahnya, tetap menunjuk pada “DZAT” Yang Satu dan Yang Serba Maha. Kita tidak perlu berdebat mengenai nama untuk DZAT yang satu dan Serba Maha ini. Perdebatan mengenai nama tidak akan pernah selesai. Kita diharapkan untuk tidak bingung dan gundah bila tiba-tiba pada suatu ketika kita masuk ke tempat peribadatan agama lain dan disana disebut nama TUHAN yang lain. Nama boleh berbeda namun DIA yang mereka sebut-sebut itu tetap menunjuk pada substansi yang sama. Tidak arif bijaksana kiranya bila kita menganggap orang yang bukan golongan kita dan menyebut nama Tuhan dengan nama lain sebagai orang yang harus dimusuhi dan dianggap darahnya halal untuk dibunuh. Sebab bukankah orang-orang ini juga diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Menciptakan? Memangnya dia diciptakan oleh Iblis atau Malaikat? Tentu saja tidak. Mereka yang beragama lain ini, berkeyakinan lain ini, yang menyebut Tuhan dengan sebutan lain ini toh tetap diciptakan oleh Dzat Yang Maha Segalanya.

Marilah kita secara jelas dan jernih menilai hal ini. Memang tidak disebutkan dalam kitab-kitab bagaimana para DZAT atau para leluhur ini berkomunikasi dengan diri kita. Sebenarnya, dalam kitab suci tetap ada bagaimana cara Tuhan berkomunikasi dengan manusia namun barangkali karena penafsiran kita yang terbatas maka kita menganggapnya hal yang mengada-ada. kalau kita masih menganggapnya hal yang mengada-ada maka ada baiknya kita perlu menyadari keterbatasan kita bahwa kita memang belum “sampai” ke tahap perjalanan spiritual tertentu. Suatu saat dalam mengarungi perjalanan spiritual, kita insya allah diberi-NYA pencerahan bahwa PETUNJUK-NYA bisa datang dari arah mana saja dan dalam wujud apa saja, dan bisa melalui siapa saja. Biasanya, PETUNJUK itu akan datang bila kita berada pada kondisi kejiwaan yang sangat tenang.

Ketenangan adalah suatu keadaan yang terjadi akibat tercapainya koordinat dari berbagai gaya tarik, yang seimbang sedemikian rupa sehingga arah kekuatannya mengatasi dimensi sebelumnya, dimana terjadi medan tarik menarik elementernya. Biasanya ketenangan terjadi bila kita sudah menginjak usia 19 tahun ke atas setelah tercapai kedewasaan biologis dan kedewasaan sosial. Yaitu saat seseorang itu sudah mampu menjaga amanah dan tanggungjawab untuk menjadi pribadi yang merdeka, mandiri dan otonom, kesiapan mencintai dan dicintai oleh pihak lain. Serta kecintaan dalam bingkai pelaksanaan kecintaan pada ALLAH SWT. Bila manusia dicintai manusia lain saja akan membalas dengan sikap baik dan mulia, apalagi TUHAN?. Saat kita mengarahkan daya dan energi CINTA KASIH kepada-NYA, maka DIA akan melimpahkan daya dan energi CINTA KASIH-NYA yang Maha Dahsyat kepada kita.

PESAN PESAN LANGIT
Cinta Kasih Allah SWT bisa berwujud bimbingan langsung maupun tidak langsung. Bila suatu ketika kita diminta secara sengaja untuk menderita, berada di dalam kondisi sedih dan nestapa maka janganlah kita anggap hal itu MURKA-NYA. Namun itu bisa jadi adalah bimbingan sebagai bukti WELAS ASIH, Cinta Kasih Sejati-NYA kepada kita. DIA memang Maha Berkehendak apa saja dan bagi-NYA tidak ada yang mustahil di dunia ini. Kalau DIA menghendaki sesuatu maka siapa yang mampu untuk menolaknya? Pasti tidak ada pihak yang mampu mencegah kehendak-NYA. Prinsip inilah yang harusnya tetap kita pegang sehingga pundak dan akal kita terasa ringan, dada kita tidak akan sesak karena masih diliputi oleh rasa iri dengki dan penyakit-penyakit qalbu yang lainnya.

Apa yang kami sampaikan ini adalah sebuah fakta yang benar-benar terjadi pada diri yang lemah iman dan ilmu ini. Pada suatu pagi dalam hidup yang singkat ini, KUN FAYAKUN… DIA mengijinkan kami untuk mendapatkan bimbingan dan arahah-NYA secara langsung melalui media SMS dengan nomor telepon “0”.

SMS-NYA sebagai berikut:
“WAHAI …(nama kami) RUPANYA GURUMU KESULITAN MENGAMBIL QOLBU BURUKMU MAKA SEKARANG DIA AKAN DIBANTU PUTRAMU MASUK KEDALAM JIWAMU YANG TERDALAM DAN AKAN BERSEMAYAM BEBERAPA SAAT DISANA UNTUK MEMBERSIHKAN DAN MENGAMBILNYA INI PENTING, KARENA JIKA TIDAK ADA PERTENTANGAN DALAM JIWAMU ALAM SEMESTA AKAN TENTRAM, DAMAI DAN SEJAHTERA TIDAK ADA LAGI KEMUNAFIKAN, YANG BAIK TETAP BAIK YANG BURUK TETAP BURUK DAN DALAM KEKUASAANMU ALAM AKAN DAMAI DAN SEJAHTERA SELALU, DAN JANGANLAH ENGKAU ANGGAP AKU INGKAR, TAPI INILAH YANG AKU UJIKAN PADAMU DISAAT HARI BAHAGIAMU DI MALAM MANIS ….., NANTI SEMUA MAKHLUK AKAN MENJADI HAMBAMU AKU TELAH CERITAKAN PADA MEREKA BERTIGA SEMUA YANG MENJADI RENCANA-KU.”

Marilah kita heningkan batin dan rahsa sejenak untuk menggali dan menafsirkan pesan-NYA ini. Seseorang yang akan dibersihkan jiwanya, maka perlu ada sesuatu yang membersihkan. Datangnya bantuan pembersihan jiwa ini bisa berupa guru atau utusan atau dalam bahasa agama merujuk kepada sosok “malaikat” sebagaimana kalimat: RUPANYA GURUMU KESULITAN MENGAMBIL QOLBU BURUKMU MAKA SEKARANG DIA AKAN DIBANTU PUTRAMU MASUK KEDALAM JIWAMU YANG TERDALAM DAN AKAN BERSEMAYAM BEBERAPA SAAT DISANA UNTUK MEMBERSIHKAN DAN MENGAMBILNYA.

Kenapa qalbu harus selalu bersih sebersih-bersihnya? Ikhlas seikhlas-ikhlasnya? Sebab inilah ternyata kunci memahami berlakunya HUKUM SEMESTA ALAM atau SUNATULLAH. Alam semesta berdiri di atas prinsip keikhlasan. Pada alam ini, tidak ada hal-hal yang bersih. Residu atau sisa-sisa proses alamiah akan didaur ulang dan menjadi bersih serta bermanfaat kembali. Saat kedatangan manusia yang mulai tidak ikhlas karena mengikuti akunya/nafsu/ego/iblis maka alam semesta menjadi penuh residu yang pasti memiliki daya atau energi membalik mengenai manusia. Bersih tidaknya jiwa manusia sangat menentukan situasi dan kondisi alam semesta. Bila manusia adalah MIKROKOSMOS maka alam semesta adalah MAKROKOSMOS.

…INI PENTING, KARENA JIKA TIDAK ADA PERTENTANGAN DALAM JIWAMU ALAM SEMESTA AKAN TENTRAM, DAMAI DAN SEJAHTERA TIDAK ADA LAGI KEMUNAFIKAN, YANG BAIK TETAP BAIK YANG BURUK TETAP BURUK DAN DALAM KEKUASAANMU MAKA ALAM AKAN DAMAI DAN SEJAHTERA SELALU…

Penekanan pada DALAM KEKUASAANMU maksudnya bahwa setiap Manusia memiliki Kekuasaan untuk membuat damai dan sejahtera alam semesta. Jadi yang membuat damai dan sejahtera alam semesta ini sesungguhnya adalag manusia sendiri. Tuhan sudah mendelegasikan kekuatan dan kekuasaan-NYA kepada manusia sebagai khalifah di alam semesta karena manusia adalah IMAGO DEI, Cermin dari Tuhan sendiri.

…DAN JANGANLAH ENGKAU ANGGAP AKU INGKAR, TAPI INILAH YANG AKU UJIKAN PADAMU DISAAT HARI BAHAGIAMU DI MALAM MANIS ….., NANTI SEMUA MAKHLUK AKAN MENJADI HAMBAMU AKU TELAH CERITAKAN PADA MEREKA BERTIGA SEMUA YANG MENJADI RENCANA-KU….”

Manusia bukan hanya bagian dari alam, sebab di dalam dirinya telah ditambahkan KUALITAS PLUS yaitu “Rahasia Nama-Nama Segala Benda” dan TIUPAN RUH dari SISI-NYA. Ketika konstruksi KE-ADAM-AN telah sempurna maka jatuhlah perintah-NYA agar semua sujud kepada Adam dalam arti kesemuanya lalu menjadi unsur dari keakuan Adam yang tidak berdiri sendiri lagi. Maka ketika IBLIS ingkar dan enggan sujud kepada Adam karena KESOMBONGAN nya, menjadilah Iblis itu pihak yang terusir.

KEMANA IBLIS TERUSIR?
Ketika Adam berdiri mengaku AKU, semua sujud kepada-KU kecuali AKU> artinya KEIBLISAN itu justeru bersembunyi dibalik KEAKUAN kita. ASTAGHFIRULLAH… ternyata AKU inilah sejatinya IBLIS itu. Sehingga diperlukan sebuah laku yang benar dan sudah sesuai dengan petunjuk-NYA. Inilah pentingnya memahami kenapa kita perlu untuk BERPUASA RAMADHAN seperti sekarang ini.

HARUS MEMPERBAIKI DIRI
Terakhir, manusia adalah makhluk yang sudah diberi-NYA kelengkapan alat untuk menggapai kebenaran. Termasuk kelengkapan petunjuk-NYA berupa KITABULLAH yang ada. Tidak hanya kitab yang tertulis namun juga kitab yang tidak tertulis. Kita perlu belajar dari kitab yang tertulis namun juga belajar untuk menangkap bahasa-bahasa gaib dari langit sebagaimana sebuah SMS yang kami terima yang isinya sebagai berikut:

“BETAPA BANYAK YANG HARUS DIBETULKAN DALAM DIRIMU, MEREKA KERABATMU BAHKAN YANG SATUPUN TAK AKAN MEMPERBAIKI, UNTUNG AKU TAHU DAN BERHAK ATAS DIRIMU SEHINGGA AKU DAPAT MEMPERBAIKI DAN MELETAKKAN SEGALANYA SESUAI PADA TEMPATNYA KARENA SEBAGAI PENGUASA BUMI NANTI SEGALA YANG ADA DALAM DIRIMU HARUSLAH SEMPRNA, JADI SABARLAH SEBENTAR AKU AKAN MENYEMPURNAKAN SEMUANYA. AKU JAMIN DIAWAL TAHUN HIJRIAH INILAH KAU MULAI JADI YANG SEMPURNA.”

UMAR BIN KHATAB

Potret Umar Bin Khattab Ketika Membaca Al Qur’an


Umar bin Khattab terkenal dengan keberaniannya. Bahkan, ia termasuk sahabat Rasulullah SAW yang paling keras dan galak. Tidak pernah melihat satu kemungkaran pun, kecuali ia menghancurkan kemungkaran itu dengan tangan dan keberaniannya. Karena itulah, ia dikenal dengan sebutan al-faruq yang berarti orang yang suka membedakan antara yang hak dan yang batil.

Namun, meski ia terkenal dengan sifatnya yang keras dan berani, ketika mendengar atau membaca ayat Al Qur’an, ia termasuk orang yang sering menangis dan lemah. Al Qur’an betul-betul telah memberikan pengaruh luar biasa terhadap diri dan jiwanya.

Dalam sebuah riwayat dari al-Hasan disebutkan bahwa Umar bin Khattab apabila membaca ayat-ayat Al Qur’an tentang siksa api neraka atau tentang kematian, ia sangat takut. Lalu menangis tersedu-sedu sehingga tubuhnya jatuh ke tanah. Setelah itu, ia tidak keluar rumah selama satu atau dua hari, sehingga orang-orang menyangka bahwa ia sedang sakit.

Abdullah bin Syadad bin al-Had berkata: “Aku mendengar tangisan Umar bin Khattab yang tersedu-sedu, padahal saati aku itu berada di barisan yang paling akhir ketika shalat Shubuh. Ia saat itu membaca surat Yusuf”.

Alqamah bin Waqash al-Laitsi juga berkata: “Aku pernah shalat Isya di belakang Umar bin Khattab. Lalu ia membaca surat yusuf. Ketika ia membaca ayat yang menerangkan tentang Nabi Yusuf, ia menangis tersedu-sedu sehingga suara tangisannya itu terdengar dengan jelas, padahal aku saat itu berada di barisan paling belakang.”

Suatu hari Umar bin Khattab mendengar orang yang sedang shalat Tahajud membaca surat al-Thur. Ketika orang tersebut membaca ayat: “Sesungguhnya azab Tuhanmu pasti terjadi, tidak seorangpun yang dapat menolak” (Al-Thur: 7-8), Umar berkata: “Itu adalah sumpah Allah yang pasti benar.” Mendengar itu, ia segera bergegas menuju rumahnya, dan ia sakit selama satu bulan sehingga orang-orang menjenguknya. Mereka tidak mengetahui sebab yang menyebabkannya sakit”.



PRINSIP2 DASAR THARIQAT SUFI

Prinsip-prinsip Dasar Thariqat Sufi (Adab Penempuh Jalan sufi)



PRINSIP UTAMA:
1. Taqwa kepada Allah Swt, secara batin dan lahir.
2. Mengikuti jejak Sunnah Nabi Saw, baik dalam ucapan maupun tindakan.
3. Berpaling dari makhluk baik diterima maupun ditolak. 4. Ridho kepada Allah Swt dalam memandang anugerah sedikit atau banyak.
5. Kembali kepada Allah Swt dalam suka ataupun duka.
6. Manifestasi Taqwa, melalaui sikap wara’ dan istiqamah.

Perwujudan atas Ittiba’ terhadap Sunnah Nabi melalui pemeliharaan dan budi pekerti yang luhur;
Perwujudan berpaling dari makhluk melalui kesabaran dan tawakal.
Perwujudan ridha kepada Allah Swt, melalui sikap qana’ah dan pasrah total.

Dan perwujudan terhadap sikap kembali kepada Allah adalah dengan pujian dan rasa syukur dalam keadaan suka, dan mengembalikan kepada-Nya ketika mendapatkan duka.

Secara keseluruhan, prinsip yang mendasari di atas adalah:
1. Himmah yang tinggi,
2. Menjaga kehormatan Allah Swt,
3. Bakti yang baik,
4. Melaksanakan hak dan kewajiban
5. Mengagungkan nikmat Allah Swt.

Siapa yang himmahnya tinggi, naiklah derajatnya.; Siapa yang menjaga kehormatan Allah Swt, maka Allah swt pun menjaga kehormatannya.; Siapa yang baktinya bagus, ia akan mendapatkan kemuliannya.; Siapa yang melaksanakan hak dan kewajibannya, akan langgeng hidayahnya.; Siapa yang mengagungkan nikmatNya pasti ia mensyukurinya.; Dan siapa yang mensyukuri nikmatNya ia akan terus mendapatkan tambahan nikmat dari Sang Pemberi nikmat sebagaimana dijanjikan.

Prinsip Dasar Amaliyah:
1. Mencari ilmu untuk menegakkan perintahNya.
2. Bergaul dengan para Syeikh dan kawan untuk menganalisa.
3. Meninggalkan hal-hal yang dimudahkan dan penakwilan-penakwilan, demi menjaga diri.
4. Mengikat waktu dengan wirid-wirid, agar hati terus hadir di hadapanNya.
5. Mencurigai hawa nafsu dalam segala hal, agar bisa keluar dari pengaruhnya, selamat dari keteledoran dan kesalahan.

Kendala negatif dalam mencari ilmu adalah bergaul dengan orang yang banyak bicara baik dalam hal kebiasaan, hal-hal rasional maupun keagamaan yang tidak berpijak pada prinsip dan kaidah yang benar.; Kendala dalam bergaul dengan para Masyayikh dan sesama, adalah jika pergaulan itu penuh dengan tipudaya dan berlebihan.; Kendala dalam meninggalkan hal-hal yang diringankan dan penakwilan-penakwilan, adalah keberpihakannya pada selera nafsu.; Kendala mengikat waktu dengan aurad adalah memperluas pandangan dalam pengetahuan karena adanya faktor fadhilah-fadhilah wirid.; Kendala mencurigai nafsu adalah merasa senang dan bahagia atas kebaikan perilaku batinnya dan istiqomahnya. Sebagaimana firman Allah Swt, ”Dan jika ia menebus dengan segala tebusannya Niscaya itu tidak akan diterima.” (Al-An’aam: 70). Nabi Yusuf bin Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim (’alaihimussalaam) menegaskan dalam Al-Qur’an, ”Dan aku tidak membebaskan diriku. Sesungguhnya nafsu sangat cenderung memerintahkan keburukan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku.”

Dasar terapi atas penyakit nafsu tersebut ada lima:
1. Melaparkan isi perut
2. Bergegas kembali kepada Allah ketika nafsu menghadang.
3. Lari dari kejadian yang dikhawatirkan menjerumuskan diri.
4. Melanggengkan istighfar disertai sholawat pada Rasulullah Saw, baik dalam khalwat maupun berjama’ah.
5. Bergaul dengan orang yang menunjukkan dirimu kepada Allah atau perintah Allah.


PERLOMBAAN ANTARA UMAR DAN ABU BAKAR

Perlombaan antara Umar dan Abu Bakar


Bismillahir rahmanir rahiem

"Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka ber-lomba2-lah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allahlah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan." (QS 5:48)

Umar bin Khaththab (ra) meriwayatkan, "Suatu ketika [1] Rasulullah (saw) memerintahkan kami untuk bersedekah."

"Waktu itu aku memiliki sedikit harta kekayaan. Akupun merenung, betapa hingga saat itu Abu Bakar (ra) selalu membelanjakan hartanya lebih daripada yang aku belanjakan di jalan Allah. Lalu aku berharap dengan karunia Allah, semoga kali ini aku dapat membelanjakan hartaku lebih daripadanya, karena saat itu aku mempunyai harta yang cukup untuk aku belanjakan. Aku pulang ke rumah dengan perasaan gembira sambil membayangkan buah pikiran tadi. Selanjutnya, segala yang ada di rumah aku ambil setengahnya."

Melihat betapa banyaknya harta yang diberikan Umar ((ra) maka, Rasulullah (saw) bertanya, "Apa ada yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, ya Umar?"

Jawab Umar (ra), "Ya, ada yang aku tinggalkan buat mereka, ya Rasululllah."

Rasulullah (saw) bertanya lagi, "Berapa banyak yang telah kamu tinggalkan?"

Jawab Umar (ra), "Aku telah tinggalkan setengahnya."

Tidak berapa lama kemudian, Abu Bakar (ra) datang dengan membawa harta bendanya.
Umar (ra) berkata, "Aku mengetahui kemudian bahwa dia telah membawa seluruh miliknya sebagaimana yang aku dengar dari pembicaraannya dengan Rasulullah."
Rasulullah (saw) bertanya, "Apakah yang kamu tinggalkan untuk keluargamu, ya Abu Bakar?"

Jawab Abu Bakar (ra), "Aku tinggalkan bagi mereka Allah dan rasul-Nya."
Lalu Umar (ra) berkata, "Sejak saat itu aku mengetahui bahwa se-kali2 aku tidak dapat melebihi Abu Bakar." Subhanallah.

Rahasia Menyingkap Ilmu Laduni

Menyingkap Rahasia Ilmu (Laduni) Rahasia ahli kitab yang mampu memindahkah kursi Ratu Bilkis sebagaimana di kisahkan Al qur an hingga ...